Senin, 30 Agustus 2010

Kemarin pagi, tepatnya tanggal 30 Agustus 2010 pukul 06.15, seperti biasa saya menunggu teman saya untuk pergi berangkat ke sekolah bersama-sama. Tak seperti biasa pria yang saya kagumi, pergi ke sekolah tanpa motornya, saya mengira dia akan berjalan lurus dan cuek tanpa menghiraukan saya. Tetapi hal seperti itu tak pernah terjadi, setiap kali kami bertemu, dia selalu menyapa saya. Dan pagi itu yang pertama keluar dari mulutnya adalah "Hey... jiga tatib!", sambil tersenyum (Itulah dia selalu mengejekku sebagai tatib). "Angger!", jawabku sambil tersenyum. Lalu dia pun menirukan gayaku yang dianggapnya seperti tatib sambil tertawa dan melihat kepadaku hingga dia pun terus berjalan.

Memang hampir setiap pagi saya bertemu dengannya, seperti pagi ini kami kembali bertemu. Dan dia menggunakan motornya kembali, namun pagi ini dia hanya tersenyum padaku. Dan di sekolah?? (setiap hari memang kami lalui segalanya di sekolah bersama-sama). Hingga ketika pulang sekolah kami bertemu di parkiran motor, dia bertanya "Kenapa ai kamu setiap pagi ada di situ?", sambil tersenyum. "Nungguin ______? Taukan?", jawabku sambil tersemyum pula (karena sesungguhnya sangat jarang kami mengobrol dengan tersenyum ataupun tertawa). "Ikh apa da dia teh udah berangkat, tadi _____ ngeliat dia lagi di angkot.", dengan wajah heran. "O ia...? Untung aku gak nungguin dia terus.", dengan kaget. "Ia tadi _____ liat dia lagi di leding.", dengan wajah seakan-akan ada pasan tersirat dalam semua pemberitahuaannya. "Oh...", sambil berfikir mungkin _____ tidak mau aku menunggu _______ lagi. Di jalan saya berfikir, mungkin karena saya suka padanya saya akan mengikuti keinginannya bila memang benar itu yang dia inginkan.

Selasa, 20 April 2010

Kedisiplinan

Pada dasarnya disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan belajar dan mengajar yang teratur serta mencintai dan menghargai pekerjaannya. Disiplin merupakan proses pendidikan dan pelatihan yang memadai, untuk itu guru memerlukan pemahaman tentang landasan Ilmu kependidikan akan keguruan sebab saat ini banyak terjadi erosi sopan santun dan erosi disiplin.

Seringkali untuk membangun kedisiplinan seseorang digunakan kekerasan. Pada dasarnya kita dapat memaklumi bahwa kekerasan yang diterapkan bertujuan untuk membangun sikap disiplin. Namun, walaupun kekerasan itu bermotif kebaikan, kekerasan tetap saja adalah kekerasan. Penggunaan kekerasan dalam membangun kedisiplinan hanya akan melahirkan sikap disiplin yang rapuh dan semu. Kekerasan tidak akan membuat seseorang menyadari bahwa kebaikan adalah sebuah kebaikan. Alih-alih, kekerasan itu akan menciptakan lingkaran kekerasan tiada henti, seorang anak yang kedisiplinannya dibangun dengan kekerasan, ketika dewasa akan melakukan hal yang sama kepada anaknya.

Dalam banyak kasus kekerasan di masyarakat, “jalan pintas” ini menjadi kebiasaan yang melekat dalam alam bawah sadar masyarakat. Seolah-olah setiap orang berpikir bahwa hanya kekerasanlah yang akan menyelesaikan permasalahan mereka.

Kembali kepada soal itikad membangun kedisiplinan, kenyataan justru menunjukkan bahwa kedisiplinan tidak selalu dibangun dengan kekerasan. Ketegasan dan peraturan yang diterapkan secara konsisten dapat menciptakan kedisiplinan. Karena kedisiplinan berdiri di atas kebiasaan dan kesadaran tentang nilai-nilai kebaikan baik bagi masyarakat maupun individu.

Melalui kedisiplinan kita dapat mengembangkan potensi dahsyat yang ada dalam diri kita. Kedisiplinan dalam pengembangan diri harus mulai dari diri kita sendiri. Namun melatih kedisiplinan merupakan tugas guru dan orang tua, dalam hal ini orang-orang terdekatpun mempunyai andil besar dalam membangun kepribadian kita.

Senin, 19 April 2010

Normal atau Gila

“Di sinilah saya ingin berdiskusi dengan anda mengenai”

Apakah itu yang disebut gila?

Apakah itu normal?

Sebenarnya siapakah yang gila dan siapakah yang normal?

“Menurut saya sendiri”

Normal adalah sebuah konsensus dalam masyarakat di mana semuanya menyepakati sebuah nilai yang sama. Orang normal adalah orang yang berperilaku seperti orang pada umumnya. Mempunyai rutinitas yang sama. Membuat aktivitas menjadi kebiasaan yang sama.

Sedangkan orang aneh (orang gila) adalah orang yang memiliki kelakuan berbeda dari konsensus umum. Orang-orang gila adalah individu yang memiliki kehidupan yang berbeda dari orang normal. Ia adalah orang yang hidup di dunia yang berbeda, memiliki pikiran yang berbeda, impian yang berbeda, dari orang kebanyakan. Makanya disebut juga perilaku yang menyimpang. Tapi apakah orang itu memang gila dan bagaimana jika sebenarnya orang normal itulah yang gila?

Setiap orang yang hidup di dunianya sendiri termasuk gila, yaitu mereka penderita skizofrenia yang membangun dunia baru di kepalanya dan para ilmuan jenius semacam Einstein yang mempunyai pemikiran berbeda dari orang kebanyakan di masanya. Penderita skizofrenia dikatakan gila, tapi Einstein dikatakan jenius.

Lalu apa bedanya antara orang-orang gila yang terkurung di rumah sakit jiwa dengan ilmuan pencetus teori-teori hebat, padahal mereka sama-sama punya pikiran yang bebas lepas tak terbelenggu.

Bedanya adalah orang gila adalah individu yang memiliki dunianya sendiri tapi terbelenggu di dalamnya, dan tidak bisa mengkomunikasikannya dengan dunia luar sehingga tidak ada yang bisa mengerti dan menerima bahwa ia memang sedikit berbeda. Semacam kalau kita berbicara dengan bahasa asing yang tidak dimengerti, atau menulis dengan metafora yang sulit dipahami. Toh itu semua ujung-ujungnya ke masalah persepsi bukan?

Sedangkan mereka yang mempunyai pikiran yang berbeda dari orang kebanyakan dan bisa mengkomunikasikannya sehingga orang lain bisa mengerti dan menerimanya, akan disebut sebagai seorang visioner, cerdas, jenius, karena ia memikirkan apa yang tidak terpikirkan oleh orang kebanyakan. Dan mereka masih ingin menjalin hubungan dengan dunia luar, tidak tenggelam dan tidak terjebak selamanya di dalam dunia maya yang diciptakan oleh pikirannya.

Tapi rasanya setiap manusia memang gila. Jika definisi gila adalah “berbeda”. Toh setiap individu sesungguhnya berbeda, tapi terkadang takut menunjukkan dirinya berbeda. Setiap orang mempunyai lipatan otak yang berlainan, membuat isi pikiran dua kembar siam pun mustahil sama persis. Tapi karena takut akan penolakan, kita menyamakan diri satu sama lain. Dan akhirnya kau mengaburkan dirimu dalam kumpulan masyarakat yang berpandangan sama.

Ketika dunia yang kau lihat terasa membosankan seperti film hitam-putih, dan kau perlu menghadirkan warna lain. Warna itu bisa dirasakan dengan melakukan hal yang gila mungkin. Hal yang keluar dari rutinitas dan dianggap aneh, tapi kau menikmatinya. Tindakan yang melanggar zona nyamanmu sendiri, menempatkanmu pada posisi tidak aman. Itu memacu adrenalin yang membuat jantung berdetak cepat dan membangkitkan ritme metabolisme tubuh, dan seketika kau bersemangat, dan merasa hidup pada akhirnya.

Dalam hal ini bukannya saya ingin menjadi gila ataupun mengajak anda untuk menjadi gila. Tapi saya hanya ingin memberitahukan cara menikmati hidup, walaupun harus dikatakan gila.

Seperti salah seorang teman saya yang berani keluar dari consensus agar dapat merasakan indahnya hidup. Selalu ingin terkenal melalui keadaan dia yang berbeda dari orang-orang, bukan dengan prestasinya. Membuat setiap orang di dekatnya merasa bahagia dengan caranya sendiri, walaupun harus dianggap gila. Tapi sejujurnya jika aku mencoba mengerti dan menjadi dirinya, tak sedikitpun ada kata gila dalam dirinya, yang ada hanya berbagai pertanyaan, “Anehnya mereka, mau saja dibelenggu oleh rutinitas, tertekan oleh tekanan social. Apakah mereka tidak sadar akan hal itu? Gila!”. Ya seperti itu rasanya, jika masuk ke dalam dunia baru, di mana semuanya berubah dan menjadi sebaliknya.

Cobalah mengerti dan mengambil hal positif dari hal ini untuk merasakan semuanya, syukuri semuanya dengan menjaga apa yang masih ada sambil merengkuh mimpi di atas sana. Tanpa terlalu ambil pusing jika dianggap gila, tanpa perlu takut menunjukkan bahwa setiap manusia memang sesungguhnya berbeda.